TEGAL - Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah mengundang beberapa pihak dalam persoalan yang diduga telah terjadi penyimpangan prosedur atas pembongkaran kios terkait Revitalisasi Alun-Alun Kota Tegal, Taman Poci hingga Stasiun Kota Tegal. Konsiliasi tersebut mengundang Walikota Tegal dan 9 orang dari unsur OPD yang terkait dengan persoalan itu.
Turut diundang selain Vice Executive President PT. KAI (Persero) Daop 4 Semarang sebanyak 2 orang, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah juga mengundang Yuliani selaku korban dan kuasa pedagang kios yang melaporkan beserta 4 orang lainnya Alimur, Hendrizal, Mohamad Abunyamin. Agenda Konsiliasi Penyelesaian Laporan mengambil tempat di Hotel Pesonna, Jl Gajah Mada Kota Tegal, Rabu (15/9/2021).
Surat Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah Nomor T/0359/LM.24-14/0041.2021/IX/2021 Perihal Konsiliasi Penyelesaian Laporan dilayangkan kepada pihak-pihak terkait sebagai tindak lanjut atas laporan Yuliani dan kawan-kawan selaku korban pembongkaran kios mereka yang diduga prosesnya telah terjadi penyimpangan prosedur yang dilakukan oleh Kepala daerah Kota Tegal terkait pembongkaran kios-kios atas pelaksanaan revitalisasi Alun-Alun Kota Tegal, Taman Poci hingga Stasiun Kota Tegal.
Ombudsman RI sendiri telah meminta klarifikasi secara langsung terhadap Walikota Tegal dan Kepala Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Kota Tegal serta jajarannya pada tanggal 16 Juni 2021, melalui Surat Klarifikasi Nomor T/0254/LM.24-14/0041.2021/VII/2021 Tertanggal 1 Juli 2021 dan menerima salinan data dan dokumen dari Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Kota Tegal.
Kepala Ombudsmen RI Perwakilan Jawa Tengah, Siti Farida, SH, MH dengan didampingi Asisten Ombudsmen, Imam Munandar mengatakan bahwa Ombudsman RI memiliki kewenangan menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi berdasarkan ketentuan pasal 8 (1) huruf e UU Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
"Kalau terkait dengan kewenangan Ombudsman sendiri kita kan punya keterbatasan, kita ini masih akan meneruskan proses pemeriksaan berdasarkan keterangan-keterangan, memeriksa dokumen, apakah akan ditemukan atau tidak terkait dengan penanganan pada relokasi atau revitalisasi, " Ujarnya saat ditemui usai melakukan mediasi.
Menurutnya, hingga akhir pembicaraan dalam upaya konsiliasi tersebut belum ada titik temu masih berkutat pada saling melempar penawaran solusi masing-masing pihak.
""Sampai dengan pembicaraan tadi memang belum ada titik temu yang kuat. Dari pemerintah Kota Tegal masih menawarkan solusi-solusi ditempat-tempat tadi disampaikan setelah di Rumah makan Dewi agak sepi, lagi diupayakan bahasanya disewa Citra Mandiri Jawa Tengah atau CMJT. Itu sudah direncanakan juga untuk skema, floting market dan sebagainya. Tawaran-tawaran ini tadi juga sudah kita sampaikan, tapi dari pihak masyarakat masih belum sreg nanti kita kedepannya kita belum tau, " Tambah Siti Farida.
Konsiliasi berkisar soal hak dan kewajiban semua pihak. Namun demikian ada yang lebih menjadi fokus perhatian perihal kronologis pelaksanaan yang menjadi persoalan. Bahwa penataan PKL tertunda dan baru terlaksana bulan September 2020 (enam bulan pasca pembongkaran Maret 2020).
Sebagaimana diketahui, Surat Kepala Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Kota Tegal Nomor 005/065.1 tertanggal 4 September 2020. Disebutkan saat itu dalam notulasi rapat koordinasi pemindahan PKL tanggal 28 Januari 2020, Penataan Alun-Alun akan dilaksanakan pada bulan April 2020 sehingga PKL akan dipindahkan terlebih dahulu sebelum pembongkaran kios.
"Soal itu mereka tidak membahas, pembicaraan pada tawaran solusi. Jadi hasilnya belum bisa dilihat menunggu beberapa minggu kedepan. Cuma disini kami insya Allah mungkin ada harapan, buat pemerintah lebih memperhatikan lagi kami PKL, " Kata Yuliani mewakili PKL.
Sementara Sekda Kota Tegal Dr. Drs. Johardi MM yang mewakili Walikota Tegal mengatakan bahwa tujuan pemerintah membangun jalan Pancasila dan Alun-Alun itu kan sudah pernah dibahas untuk fasilitas umum artinya membuat wajah kota yang lebih baik lagi dibandingkan dengan masa lalu.
"Sedangkan mereka kan tetap menuntut tidak mau pergi artinya ditempat itu kan engga mungkin karena satu, fasilitas umum dan trotoar tidak difungsikan untuk berdagang. Tetapi disini pemerintah kan juga sudah melaksanakan kegiatan sesuai dengan SOPnya. Sudah ada sosialisasi, sudah ada pemberitahuan pada saat akan dibangun bahwa semua harus sudah meninggalkan dan tentunya tempat-tempat yang untuk relokasi lain sudah disediakan. disebelah rumah makan dewi kemudian di cmjt kemudian di PPIB. Hanya saja mereka merasa tidak seramai ditempat sebelumnya, " Ungkap Johardi.
"Kalau kesepakatan mereka masih tetep ada hal yang mungkin tidak sesuai dengan yang direncanakan pemerintah. Ya harapannya sih pemerintah mari kita duduk bersama dan mari dengan kesadaran bersama. Aturanlah yang dipakai. Bukan keinginan pribadi. Pemerintah ingin menyenangkan semua masyarakat. Tetapi ketika ada pembangunan baru ada masyarakat yang merasa tidak sesuai dan itu mestinya harus disadari bersama. Karena itu adalah bukan tanah pribadi mereka itu tanah negara yang juga fungsinya dan kemanfaatannya juga digunakan untuk masyarakat yang lebih baik, " Pungkasnya. (Anis Yahya)